Menu Atas

Saturday, March 24, 2012

Aku Wanita Bukan Psikolog

Dua reaksi yang biasanya terjadi bagi orang yang berhadapan dengan psikolog, yaitu menghindar atau justru mendekat. Menghindar karena tidak mau “dibaca”, mendekat karena justru ingin “dibaca”. Persepsi yang salah di kalangan masyarakat awam bahwa psikolog adalah orang yang bisa “membaca” seseorang dengan sekali pertemuan. Kalau begitu psikolog tak ubahnya seperti paranormal doank....karena suatu kesalahan besar kalau psikolog dianggap bisa langsung “membaca” orang dengan sekali perkenalan. Psikologi adalah ilmu ilmiah jadi otomatis dasar-dasar ilmunya juga harus ilmiah dan dapat dibuktikan. Menilai orang pun harus terstruktur dan tidak bisa asal menarik kesimpulan, semuanya harus berdasarkan analisa yang kuat dan lama jadi tidak bisa secara instant.

Kalau reaksi pertama lelaki ini adalah mendekat. Karena apa??? Hmmm mungkin lebih baik langsung bertanya saja dengan lelaki ini nanti yach....yang pasti lelaki ini awalnya merasa nyaman dan bisa bercerita apa saja secara terbuka tanpa khawatir akan dihakimi atau akan dibocorkan ceritanya, lalu dikarenakan sifat lelaki ini yang tidak mau kalah dengan wanita maka ada perasaan ingin membuktikan kalau wanita ini salah, dan diikuti dengan munculnya keinginan untuk menaklukan wanita ini. 

Bagi lelaki ini, wanita yang satu ini adalah wanita aneh karena beberapa pemikiran-pemikirannya yang ajaib dan tidak pernah lelaki ini temukan pada wanita-wanita lain yang pernah lelaki ini kenal dekat (jangan tanya jumlahnya karena lelaki ini dapat dipastikan adalah seorang player IT WAS.hope so...hehehe). sedangkan bagi wanita ini, lelaki ini adalah lelaki player yang kurang bisa menghargai perempuan. Lelaki ini juga tidak bisa dikategorikan sebagai playboy, karena playboy tahu bagaimana memperlakukan wanitanya dengan manis sehingga wanitanya merasa nyaman dan merasa sebagai satu-satunya walau dia memiliki banyak wanita lain, sedangkan lelaki ini tidak bisa bersikap manis dengan wanita jadi dia tidak bisa dikategorikan sebagai playboy cukup sebatas player saja. Dan setelah diskusi panjang kali lebar,wanita ini mengerti lelaki ini memiliki “masalah“ dengan cepatnya lelaki ini tertipu dengan perasaannya atau lebih simpelnya mudah merasa suka dengan wanita. Mudah menyukai dan mudah melepas wanita itulah lelaki ini.....dulu.
 
Dan saat lelaki ini menjadi lelakiku, mulai muncul rasa takut dalam diri lelaki ini karena banyaknya cerita hidup lelaki ini dan cara dia memperlakukan wanita yang diketahui oleh wanita ini. Rasa takut itu akhirnya membentuk rasa curiga bahwa wanita ini hanya menjadikan lelaki ini salah satu kingkong eksperimennya (haram mengunakan kata kelinci eksperimen dispesies kingkong...hehehe). padahal ada satu hal yang lelaki ini lupakan bahwa wanita ini pernah bercerita bahwa kode etik psikologi tidak memperbolehkan untuk menangani keluarga dan orang yang memiliki kedekatan emosional dengan si psikolog, dan satu hal paling penting yang lelaki ini juga lupakan yaitu Psikolog Juga Manusia gituuuu lhooo. Saat berhadapan dengan lelaki ini wanita ini bukan berperan sebagai psikolog tapi sebagai seorang wanita.

Lucunya ada situasi dimana wanita ini kadang diharapkan untuk berperan sebagai psikolog oleh lelaki ini dan dilain situasi lelaki ini curiga berlebihan kalau wanita ini menjadikannya kingkong eksperimen. Hal itu dikarena lelaki ini terkadang tidak dapat atau tidak mau melihat, bahwa saat dengan lelaki ini wanita ini murni berperan sebagai wanita bukan psikolog. Wanita yang apapun background pendidikannya tidak akan merubah karakternya. Jadi wanita ini kembalikan saja kepada lelaki ini untuk mau melihat wanita ini sebagai apa, dan membutuhkan wanita ini sebagai apa, sebagai wanitanya atau sebagai psikolognya???

No comments:

Post a Comment