Menu Atas

Thursday, November 30, 2017

"Namanya juga anak-anak"

bercanda atau bullying
Jangan terlalu sering mengeluarkan kalimat "namanya juga anak-anak" ketika tindakan agresif atau perilaku bullying terjadi pada anak. Karena kalimat tersebut tanpa disadari oleh orang tua atau guru merupakan kalimat yang mengandung self mechanism defence dan dapat dianggap sebagai bentuk sikap permisif oleh pelaku dan membentuk perasaan inferior pada korban.

Langkah yg perlu diambil oleh orang tua atau guru adalah :
  1. Kenali perilaku agresif atau bullying yang dilakukan oleh pelaku apakah hanya pada satu anak atau kencenderungan massive.

  2. Cari tahu sumber sikap agresif pelaku. Caranya bisa dengan dua cara yaitu :
    • Observasi dan interview interaksi pelaku dilingkungan rumah. Terlebih apabila pelaku adalah anak2 biasanya perilaku terpicu dari imitation perilaku orang tua atau lingkungan keluarga atau media televisi yang ditonton anak dirumah.
    • Observasi dan interview korban apakah memang ada faktor pemicu dari korban yang memancing perilaku agresif pelaku.

  3. Pertemukan korban dengan pelaku untuk membicarakan hal-hal yang tidak disukai baik kedua belah pihak dan damaikan agar tidak perilaku agresif dan bullying tidak terulang kembali.


  4. Apabila setelah ditengahi dan pelaku sudah meminta maaf tetapi perilaku agresif masih terus terjadi berarti pelaku belum memahami apa yang salah dari tindakannya. Untuk case ini maka perlu diterapkan punishment karena jangan sampai pelaku menganggap tidak masalah mengulang kesalahannya lagi nanti bisa diselesaikan cukup dengan meminta maaf. Untuk orang tua caranya melakukan punishment bisa dengan tidak diperbolehkan menonton tv atau main mainan kesukaan pelaku selama rentang waktu tertentu.


  5. Dampingi korban dengan tepat dan beri pengertian agar tidak terbentuk rasa inferior tetapi jangan berlebihan yang bisa membentuk karakter korban menjadi anak lemah dan tidak mandiri. Perlu diingat orang tua dan guru bahwa anak korban bullying tetap harus dididik untuk percaya diri menyelesaikan masalahnya sendiri sebelum meminta bantuan orang lain.

penulis : Tufa Fainusa

Monday, June 5, 2017

"Gerah"

Buka facebook, status temen-temen masih sama aja. Pendukung A nyela si B, pendukung B nyela si A. Parahnya udah merembet ke SARA. Masing-masing pada sok bener, ada yang merasa dirinya paling pancasila, ada yang merasa dirinya paling suci.

Meeennn... diujung sana dalangnya ketawa-ketiwi liat kalian postang-posting saling menjatuhkan sesama "saudara".

Meeennn... masih banyak yang lebih prioritas untuk lo pikirin, terutama yang udah berkeluarga.

Sampe-sampe gw kepikiran, MENDING INDONESIA PERANG DAH AMA NEGARA LAIN biar rakyat pada bisa kompak dan bersatu lagi. Pemikiran yang konyol emang, tapi kalau itu bisa buat "saudara-saudara" kita bersatu dan mempunyai visi yang sama lagi, WHY NOT?

Tau ga? berita-berita yang sebagian besar HOAX kalian posting atau broadcast via aplikasi chat itu, bisa bikin orangtua pintar, terpelajar dan terhormat tapi gaptek dan baru kenal sosmed jadi terlihat seperti bebek yang gampang digiring kemana aja.

Orangtua-orangtua seperti itu jadi kehilangan respek dari sekitarnya. Dan terus terang, gw udah banyak hilang respek ama jenis manusia-manusia tersebut. Semoga mereka diberikan hidayah...

Sekali lagi meen... pikir ribuan kali sebelum posting atau blasting sesuatu, ga mendukung salah satu pihak bukan berarti pengecut, tapi itu ingin menjadi perangkul pihak A dan pihak B. Bukankah itu juga sesuatu yang baik?

INGAT, "KITA BERHUTANG NEGARA YANG SEHAT, AMAN DAN NYAMAN PADA GENERASI SETELAH KITA".

-AR-

Monday, December 28, 2015

GREEN MINDSET

Hehehe...lagi bebenah file eh nemu paper waktu gw ikut training GREENSHIP Associate Batch XI. Dari pada cuma jadi sekedar syarat kelulusan, gw share disini aja. Semoga bisa lebih berguna :p









Tuesday, November 10, 2015

Terpaksa Melanggar Hukum Sejak Kecil

Judul diatas terpikir setelah gw diskusi singkat bersama bini waktu berangkat kerja, kami melihat beberapa anak-anak memanjat pagar sekolah untuk main sepakbola. Hari ini anak-anak sekolah memang sedang liburan panjang, dan pagar sekolah itupun telah tertutup dengan rapat. Jika dilihat dari satu sisi, mereka telah melanggar hukum karena telah masuk ke wilayah sekolah tanpa ijin. Dan bila ada kaca yang pecah terkena bola pun kemungkinan besar mereka akan kabur untuk menghindar dari tanggung jawab.
Tapi coba kita pikir kembali, kenapa anak-anak itu mengambil resiko sampai memanjat pagar sekolah hanya untuk bermain sepakbola? Fasilitas, ya fasilitas... pemerintah kurang/tidak menyediakan fasilitas untuk mereka yang tinggal dikampung. Jangan bicara taman kota, sudah jelas namanya taman kota maka lokasinya pasti berada di kota. Untuk kesana anak-anak itu memerlukan ongkos yang tidak sedikit buat mereka. Lapangan-lapangan umum yang dulu ada sekarang telah menjadi hunian. Sering gw lihat anak-anak main bulutangkis atau sepakbola dijalanan, dimana waktu mereka sedang asik bermain lalu ada orang/motor/mobil yang lewat dan mereka pun terpaksa berhenti bermain sebentar untuk membiarkan orang/motor/mobil itu lewat.
Gw ga tau apakah ada peraturan yang mewajibkan kelurahan atau kecamatan memiliki fasilitas bermain atau lapangan gratis untuk warganya, seenggaknya di setiap RW (Rukun Warga) harus tersedia lapangan bermain untuk anak-anak. Ada yang mikirin ga seh, kalo mereka main dijalan itu resikonya lebih gede. Bisa ketabrak mobil, ketabrak motor, ganggu orang lewat, dll.
Semoga dimasa depan anak-anak kita bisa bermain dengan resiko yang minim dan tidak “dipaksa melanggar hukum”.

-AR-

Tuesday, February 24, 2015

Ini bukan jaman kita lagi kawan...

Teman-temanku, judul diatas gw buat berdasarkan muaknya gw melihat dan membaca tulisan-tulisan yang memprotes kebijakan dan kelakuan para ABG saat ini.  Ingat ga dulu waktu kita ABG, orang tua selalu memberi nasehat dengan cara membandingkan jaman kita dengan jaman mereka masih. Saat itu, gw pribadi juga kesel banget. Dalam hati gw bilang, Father... jaman lo ama jaman gw itu beda. Dulu emang jaman susah, belajar aja pake lampu petromak. Cara didik dulu udah ngga sesuai diterapin dengan kemajuan saat ini, jadi pliss deh... sebelum memprotes coba cari tahu dulu apa yang gw hadepin di luar sana. Dulu jaman father dengan keterbatasan informasi, pola pikir jadi ngga banyak terkontaminasi. Karena informasi yang didapet cuma dari lingkungan rumah dan sekolah, di sekolah juga kurikulumnya itu2 aja. Jadi plisss... ngertiin kami inilah sebagai ABG. Ya begitulah kira-kira....
Dan sekarang gw udah berkeluarga dan memiliki anak, begitupun dengan sebagian teman-teman gw. Di era yang menurut gw kebablasan dan arus informasi yang udah ga ada filternya, cobaan anak-anak sekarang tuh lebih berat dibandingin jaman kita kawan. Jadi jangan sekali-kali lo ngejudge siswa-siswi (baca:adik-adik kita) yang berprilaku salah dan membandingkan dengan masa-masa perjuangan elo.
(-ilustrasi)
Karena jelas-jelas JAMAN KITA DAN MEREKA SUDAH BEDA, jangan sok-sokan menjadi pribadi yang lebih baik dari mereka. Bila lo memang merasa lebih baik dari mereka saat lo menjadi siswa/siswi maka beruntunglah anda, karena mungkin anda berada dilingkungan yang baik, informasi yang anda terima saat anda berproses menjadi dewasa dapat terfilter dengan baik, dan anda juga memiliki pribadi yang kuat dalam memilah informasi. Tapi, jangan sekali-kali lo ngebandingin diri lo dengan adik-adik kita. Karena tidak semua adik-adik kita seberuntung anda, orangtua mereka bukan orangtua anda dan latar belakang mereka juga beda dengan latar belakang anda. Jadi persetanlah buat mereka yang selalu bilang “Dulu jaman gw sma bla bla bla... kok anak sekarang bla bla bla...”, hey meeennn... bedanya berapa tahun men....

Mungkin lebih baik sebelum protes, sebelum ngejudge, kita mencoba masuk ke dunia mereka dan mencari tahu ada kesalahan dimana dan COBA PERBAIKI DENGAN CARA YANG SESUAI DENGAN JAMAN MEREKA. Kita yang harus mengikuti mereka, bukan mereka yang mengikuti kita. Tentunya ngga keluar dari koridor yaa....

Gw aja sekarang belum bisa ngebayangin bagaimana beratnya jaman anak gw remaja nanti, seliar apa informasi yang mereka terima, bagaimana pergaulan 15 tahun kedepan. Dan jujur, gw juga belom tau cara untuk masuk ke dunia mereka nantinya. Yang bisa gw lakukan saat ini, banyak membaca, belajar dan terus belajar untuk menjadi orangtua yang baik untuk mereka.