Dua
reaksi yang biasanya terjadi bagi orang yang berhadapan dengan
psikolog, yaitu menghindar atau justru mendekat. Menghindar karena tidak
mau “dibaca”, mendekat karena justru ingin “dibaca”. Persepsi yang
salah di kalangan masyarakat awam bahwa psikolog adalah orang yang bisa
“membaca” seseorang dengan sekali pertemuan. Kalau begitu psikolog tak
ubahnya seperti paranormal doank....karena suatu kesalahan besar kalau
psikolog dianggap bisa langsung “membaca” orang dengan sekali
perkenalan. Psikologi adalah ilmu ilmiah jadi otomatis dasar-dasar
ilmunya juga harus ilmiah dan dapat dibuktikan. Menilai orang pun harus
terstruktur dan tidak bisa asal menarik kesimpulan, semuanya harus
berdasarkan analisa yang kuat dan lama jadi tidak bisa secara instant.
Kalau
reaksi pertama lelaki ini adalah mendekat. Karena apa??? Hmmm mungkin
lebih baik langsung bertanya saja dengan lelaki ini nanti yach....yang
pasti lelaki ini awalnya merasa nyaman dan bisa bercerita apa saja
secara terbuka tanpa khawatir akan dihakimi atau akan dibocorkan
ceritanya, lalu dikarenakan sifat lelaki ini yang tidak mau kalah dengan
wanita maka ada perasaan ingin membuktikan kalau wanita ini salah, dan
diikuti dengan munculnya keinginan untuk menaklukan wanita ini.
Bagi
lelaki ini, wanita yang satu ini adalah wanita aneh karena beberapa
pemikiran-pemikirannya yang ajaib dan tidak pernah lelaki ini temukan
pada wanita-wanita lain yang pernah lelaki ini kenal dekat (jangan tanya
jumlahnya karena lelaki ini dapat dipastikan adalah seorang player IT
WAS.hope so...hehehe). sedangkan bagi wanita ini, lelaki ini adalah
lelaki player yang kurang bisa menghargai perempuan. Lelaki ini juga
tidak bisa dikategorikan sebagai playboy, karena playboy tahu bagaimana
memperlakukan wanitanya dengan manis sehingga wanitanya merasa nyaman
dan merasa sebagai satu-satunya walau dia memiliki banyak wanita lain,
sedangkan lelaki ini tidak bisa bersikap manis dengan wanita jadi dia
tidak bisa dikategorikan sebagai playboy cukup sebatas player saja. Dan
setelah diskusi panjang kali lebar,wanita ini mengerti lelaki ini
memiliki “masalah“ dengan cepatnya lelaki ini tertipu dengan perasaannya
atau lebih simpelnya mudah merasa suka dengan wanita. Mudah menyukai
dan mudah melepas wanita itulah lelaki ini.....dulu.
Dan
saat lelaki ini menjadi lelakiku, mulai muncul rasa takut dalam diri
lelaki ini karena banyaknya cerita hidup lelaki ini dan cara dia
memperlakukan wanita yang diketahui oleh wanita ini. Rasa takut itu
akhirnya membentuk rasa curiga bahwa wanita ini hanya menjadikan lelaki
ini salah satu kingkong eksperimennya (haram mengunakan kata kelinci
eksperimen dispesies kingkong...hehehe). padahal ada satu hal yang
lelaki ini lupakan bahwa wanita ini pernah bercerita bahwa kode etik
psikologi tidak memperbolehkan untuk menangani keluarga dan orang yang
memiliki kedekatan emosional dengan si psikolog, dan satu hal paling
penting yang lelaki ini juga lupakan yaitu Psikolog Juga Manusia gituuuu
lhooo. Saat berhadapan dengan lelaki ini wanita ini bukan berperan
sebagai psikolog tapi sebagai seorang wanita.
Lucunya
ada situasi dimana wanita ini kadang diharapkan untuk berperan sebagai
psikolog oleh lelaki ini dan dilain situasi lelaki ini curiga berlebihan
kalau wanita ini menjadikannya kingkong eksperimen. Hal itu dikarena
lelaki ini terkadang tidak dapat atau tidak mau melihat, bahwa saat
dengan lelaki ini wanita ini murni berperan sebagai wanita bukan
psikolog. Wanita yang apapun background pendidikannya tidak akan merubah
karakternya. Jadi wanita ini kembalikan saja kepada lelaki ini untuk
mau melihat wanita ini sebagai apa, dan membutuhkan wanita ini sebagai
apa, sebagai wanitanya atau sebagai psikolognya???
No comments:
Post a Comment